Tribun - Dua lagi komplotan sindikat calo calon pegawai negeri sipil (CPNS) se-Indonesia, ditangkap Polda Jatim. Keduanya yakni Aminuddin dan Selamet Riyadi, pegawai Badan Kepegawaian Negara (BKN). Korban keseluruhan mencapai 241 orang dari berbagi provinsi.
"Aminuddin dan Selamat Riyadi sudah lebih dulu ditangkap, mereka sekarang di Polda Jatim," ujar Kasubdit III, Dit Reskrimum, Polda Sumut, Kompol Andry Setiawan, Jumat (11/11) di Mapoldasu.
Andry menjelaskan, modus Suroso dan Marisi untuk meyakinkan korbannya adalah membawa berkas SK palsu dan dan berkas Nomor Induk Pegawai (NIP) palsu. Keduanya mengaku sudah dapat meloloskan calon pegawai dan saat ini sudah dapat bekerja di beberapa pemerintahan daerah.
"Mereka membawa SK dan NIP palsu kepada korbannya, seolah-olah mereka ini sudah dapat meluluskan orang untuk menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Tapi sebenarnya tidak," tegas Andry. Dari hasil pemeriksaan, terciptalah sebuah skema. Skema itu menyebutkan Delisa pernah menyetor kepada Marisi senilai Rp8,6 miliar. Uang itu berasal dari Halomoan dan korban lain yang berasal dari Sumatera Utara.
Dalam skema, Delisa bukan hanya menyetor kepada Marisi. Delisa juga menyetor langsung kepada Suroso dan Timbo Sirait (DPO). "Yang langsung ke Suroso, Delisa nyetor Rp 650 juta. Sedangkan kepada Timbo Siratit, Delisa nyetor Rp5,430 miliar," jelasnya.
Pemeriksaan sebelumnya, Delisa menyebut nama R Simatupang (DPO). Delisa menyebut Suroso pernah menerima uang dari R. Simatupang sebesar 2 miliar. "Tapi pengakuan Delisa ini belum bisa kita percaya. Kita harus temukan dulu Timbo Sirait dan R. Simatupang," tutur Andry.
Sedangkan pengakuan Marisi kepada polisi, ia pernah menyerahkan uang hasil aksi tipu-tipu itu kepada Suroso sebesar Rp5,4 miliar. Bukan hanya itu, Marisi juga pernah memberikan uang kepada Timbo Sirait sebesar Rp18,7 miliar. "Suroso juga pernah memberikan uang hasil dari korban kepada Marisi sebesar Rp5,430 miliar. Katanya, Suroso juga pernah memberikan uang kepada R Simatupang sebesar Rp2 miliar. Untuk sementara ini masih kita dalami," jelasnya.
Sedangkan kepada Aminuddin dan Selamat Riyadi, Suroso pernah menyetor Rp7 miliar. Bukan hanya itu, penasehat hukum Suroso bernama Heru juga mendapat bagian Rp1,3 miliar. "Pengakuan Suroso uang yang diserahkan kepada penasehat hukumnya itu sebagai uang operasional sewaktu ditahan di Polres Jakarta Selatan. Tadi sudah kita tes kesehatan, setelah dinyatakan sehat kita lanjutkan penyidikan," ungkap Andry.
Berbeda dengan hari pertama ditangkap, Jumat (11/11) pagi, Marisi tampak seperti orang stres duduk di ruang tunggu gedung Dit Reskrimum, Polda Sumut. Pandangannya kosong, wajah kuyu karena belum sempat tidur. "Belum tidur, belumlah," ujar Marisi saat POSMETRO MEDAN (Grup JPNN) menanyakan apakah ia sudah tidur, dan apakah istrinya sudah datang atau tidak. Melihat wartawan semakin banyak datang, Marisi yang belum sempat mandi kembali masuk ke ruang penyidik. "Sebentar," singkatnya sambil berlalu.
Sementara, Suroso masih terlihat santai dan sempat salat didampingi penyidik. "Apa kabar Dik, saya masuk dulu ya," ujarnya menyapa wartawan yang akan coba bertanya.
Sebelumnya, Suroso (45) pegawai Dinas Pertanian Jakarta dan Marisi Tambunan (55) mantan anggota DPRD Tobasa digulung petugas Subdit III, Dit Reskrimum Polda Sumut di Jakarta, Rabu (9/11) sore. Keduanya terlibat sindikat penipuan calon pegawai negeri sipil (CPNS) periode 2009 dan 2010, dengan meraup Rp15 miliar.
Penangkapan dua buronan nasional ini berawal dari tertangkapnya Delisa br Simatupang (58), Minggu (14/8) malam. Dalam pemeriksaan, Delisa mengaku menyetor uang hasil penipuannya di Medan kepada kedua pelaku. Berbekal informasi dari Delisa, petugas kemudian mengembangkan kasus ini.
Akhirnya, petugas berhasil menangkap Suroso, Rabu (9/11) pagi di rumahnya yang terletak dibilangan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Petugas yang dipimpin Kasubdit III, Dit Reskrimum Polda Sumut Kompol Andry Setiawan langsung melakukan pengembangan. Marisi berhasil ditangkap di Jakarta Timur saat sedang mengurus sebuah proyek perumahan di sebuah komplek. Untuk pengembangan lebih lanjut, petugas kemudian langsung memboyong barang bukti berupa berkas beserta tersangka.
Di Mapoldasu, Suroso mengaku ia menerima uang senilai Rp15 miliar untuk kepengurusan CPNS dari Marisi dan Delisa. Kemudian disetor kepada Aminuddin (Pegawai Badan Kepegawaian Nasional pusat)."Uang saya setor sama Aminuddin, sampai sekarang uang itu pun nggak jelas. Nggak ada satu pun yang lulus," ujar Suroso.
Suroso menjelaskan, Marisi merupakan orang yang merekrut CPNS dari kawasan Tobasa. Sedangkan Delisa merupakan orang yang merekrut CPNS di Medan.Setelah uang terkumpul, keduanya menyetor kepada Aminuddin. Kepada Suroso, Aminuddin mengaku dapat meluluskan CPNS di daerah masing-masing. "Katanya bisa lulus, sampai sekarang nggak ada yang lulus mas. Sekarang saya yang bingung dikejar-kejar orang," tukas Suroso. (ala/joe)